ILMU ASBABUL WURUDIL
HADIST
DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI
MATA KULIAH ILMU HADIST 2
Nama kelompok:
PRODI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT yang mana berkat rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ulumul hadits ini yang berjudul
“sanad dan matan”.
Makalah ini
merupakan hasil pengumpulan dari beberapa buku dan literatur dari internet yang
berhubungan dengan makalah kami.
Kami menyadari
bahwasanya makalah kami ini jauh dari kesempurnaan. Sebagai manusia yang
mempunyai keterbatasan, kami menyadari adanya kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan kami berharap agar
makalah yang kita susun dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
HALAMAMAN JUDUL·····································································
KATA PENGANTAR·········································································
DAFTAR ISI····················································································
BAB I : PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah ·····························································
- Rumusan Masalah ·····································································
BAB II : KAJIAN TEORI
- Pengertian Asbabul wurud hadis ··················································
- Latar belakang pentingnya ilmu asbabul wurud hadis ························
- Fungsi atau implikasi ilmu asbabul wurud hadis································
- Macam macam asbabul wurud······················································
- Cara mrngetahui asbabul wurud····················································
- Contoh asbabul wurud································································
- Kita kitab yang membahas dan menghimpun asbabul wurud················
BAB III : PENUTUP
- Kesimpulan··············································································
DAFTAR PUSTAKA··········································································
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Hadis atau sunnah merupakan
salah satu sumber ajaran islam yang menduduki posisi sangat signifikan, baik
secara struktural maupun fungsional. Secara struktural menduduki posisi kedua
setelah al-Qur’an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan (eksplanasi)
terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), mujmal
(global) atau mutlaq. Secara tersirat, al-Qur’an-pun mendukung ide
tersebut, antara lain firman Allah SWT:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ
إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Dan kami turnkan al-Qur’an kepadamu (Muhammad) agar kamu
menjelaskan kapada umat manusia apa yang telah diturunkan untuk mereka, dan
supaya mereka memikirkan.”. (QS. An-Nahl 44)
Adanya perintah agar Nabi SAW. Menjelaskan kapada umat manusia
mengenai al-Qur’an, baik melalui ucapan, perbuatan atau taqrirnya, dapat
diartikan bahwa Hadis berfungsi sebagai bayan (penjelas) terhadap
al-Qur’an.
Oleh karena itu tidaklah terlalu berlebihan jika kemudian Imam
al-Auza’i pernah berkesimpulan bahwa al-Qur’an sesungguhnya lebih membutuhkan
kepada al-Hadis daripada sebaliknya. Sebab secara tafshili (rinci)
al-Qur’an masih perlu dijelaskan dengan Hadis.
Disamping sebagai bayan terhadap al-Qur’an, Hadis secara
mandiri sesungguhnya dapat menetapkan suatu ketetapan yang belum diatur dalam
al-Qur’an. Namun persoalannya adalah bahwa untuk memahami suatu Hadis dengan “baik”,
tidaklah mudah. Untuk itu, diperlukan seperangkat metodologi dalam memahami
Hadis.
Ketika kita mencoba memahami suatu Hadis, tidak cukup hanya melihat
teks Hadisnya saja, khususnya ketika Hadis itu mempunyai asbabul wurud,
melainkan kita harus melihat konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita
ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis, perlu memperhatikan konteks
historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam kondisi
sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa
memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang
akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan
ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul
wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu Hadis, seperti
pentingnya asbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa tidak semua Hadis mempunyai asbabul
wurud. Sebagian Hadis mempunyai asbabul wurud khusus, tegas dan
jelas, namun sebagian yang lain tidak. Untuk katagori pertama, mengetahui
asbabul wurud mutlak diperlukan, agar terhindar dari kesalahpahaman (misunderstanding)
dalam menangkap maksud suatu Hadis. Sedangkan untuk Hadis-Hadis yang tidak
mempunyai asbabul wurud khusus, sebagai alternatifnya, kita dapat menggunakan
pendekatan historis, sosiologis, antropologis atau bahkan pendekatan psikologis
sebagai pisau analisis dalam memahami Hadis. Hal ini didasarkan pada suatu
asumsi bahwa Nabi SAW tidak mungkin berbicara dalam kondisi yang vakum
historis dan hampa kultural.[1]
Dari latar belakang diatas.
Penulis akan menjelaskan ilmu asbabul wurudil hadis. Dengan tujuan agar para
pembaca dapat mengerti dan faham tentang ilmu asbabul wurudhil hadis. Oleh
karena itu,penulis akan membahas dalam makalah yang berjudul “ ILMU ASBABUL
WURUDIL HADIS “
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah
dalam makalah ini sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian dari asbabul wurudil hadis?
2.
Apakah
penting mempelajari ilmu asbabul wurudil hadis?
3.
Apa fungsi
asbabul wurudil hadis?
4.
Apa saja
macam macam asbabul wurudil hadis?
5.
Bagaimana
cara mengetahui asbabul wurudil hadis?
6.
Contoh
asbabul wurudil hadis?
7.
Apa saja
kitab kitab yang menjelaskan dan menghimpun tentang asbabul wurudil hadis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
ASBABUL WURUDIL HADIS
Sedangkan secara Istilah ada beberapa pengertian asbab al-wurud
yang dapat kita ambil dari beberapa pakar hadits:
1. Menurut Hasby Ash-Shiddieqy asbab
al-wurud adalah:
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi menurunkan sabdanya dan
masa-masanya Nabi menurunkan itu.
2. Menurut Imam Jalaluddin
Abdurrahman al-Sayuti pada kitabnya
Al-Luma’
fi Asbab al-Wurud al-Hadits:
Sesuatu yang menjadi jalan untuk menentukan maksud suatu hadits yang
bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya
naskh (penghapusan) dalam suatu hadits, atau yang semisal dengan hal itu.
3. Abdul Mustakim
mendefinisikan:
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab dari masa Nabi menuturkan
sabdanya. Atau ilmu yang mengkaji ttentang hal-hal yang terjadi di saat hadits
di sampaikan, berupa peristiwa atau pertanyaan, yang hal itu dapat membantu
atau menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau
muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu
hadits, atau yang semisal dengan hal itu.
Dari definisi –definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu asbab
al-wurud adalah ilmu yang menjelaskan sebab-sebab keluarnya Hadits, baik
berupa peristiwa atau keadaan yang terjadi, waktu maupun karena ada pertanyaan.
Sehingga dapat memahami kejelasan hadits baik dari segi umum dan khusus, mutlaq
atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh
(penghapusan) dalam suatu hadits[3]
B. LATAR
BELAKANG PENTINGNYA ILMU ASBABUL WURUDIL HADIST
Sebagai
salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan
yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih
baik. Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada
arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru.[4]
Ketika kita mencoba memahami suatu Hadis, tidak cukup hanya melihat
teks Hadisnya saja, khususnya ketika Hadis itu mempunyai asbabul wurud,
melainkan kita harus melihat konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita
ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis, perlu memperhatikan konteks
historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam kondisi
sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa
memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang
akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan
ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul
wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu Hadis, seperti
pentingnya asbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an.[5]
Dalam kaitannya dengan Asbâb al-Nuzûl/Asbâb al-Wurûd sebagaian kecil
ulama mengemukakan kaedah yang menjadi patokan dalam memahami teks adalah sebab
khususnya, bukan keumuman teksnya). Setiap Asbâb al-Nuzûl/Asbâb al-Wurûd
mencakup 3 (tiga) hal pokok, yaitu : (a) peristiwa, (b) pelaku dan (c) waktu
dan tempat. Tidak mungkin kita akan mampu menggambarkan adanya sesuatu
peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu tertentu di tempat tertentu dan tanpa
memahami siapa pelakunya.[6]
C.
IMPLIKASI ATAU FUNGSI ASBABUL WURUDIL HADIS
Dari pengertian asbab al-wurud di atas maka dapat dilihat ada
beberapa fungsi dari asbab al-wurud ini, yaitu:
1.
Menentukan
adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
Contoh dari fungsi asbab al-wurud sebagai takhsis
terhadap sesuatu yang masih bersifat umum dan juga menjelaskan ‘illah
(sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum, misalnya hadits:
صلاة القاعد على النصف من صلاة القائم
Artinya:
Shalat orang yang sambil duduk pahalanya setengah dari orang yang
shalat sambil berdiri.
Asbab al-wurud dari hadits di atas
adalah ketika penduduk Mandinah sedang terjangkit suatu wabah penyakit.
Kebanyakan para sahabat melakukan shalat sunnah sambil duduk. Ketika itu
Rasulullah datang menjenguk dan mengetahui bahwa para sahabat suka melakukan
shalat sunnah sambil duduk walaupun dalam keadaan sehat. Kemudian Rasulullah
bersabda sebagaimana hadits di atas. Mendengarkan sabda Rasulullah para sahabat
yang tidak sakit kemudian shalat sunnah dalam berdiri.
Dari asbab al-wurud tersebut maka dapat dipahami bahwa kata
“shalat” (yang masih bersifat umum pada hadist tersebut) adalah sahalat sunnah
(khusus). Dan dari penjelasan tersebut dapat dipahami pula bahwa boleh
melakukan shalat sunnah dalam keadaan duduk namun hanya akan mendapatkan pahala
setengah apabila dalam keadaan sehat. Tetapi apabila dalam keadaan sakit dan
melakukan shalat dalam keadaan duduk maka akan mendapatkan pahala penuh. Hal
ini merupakan penjelasan dari sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum shalat
sunnah sambil sambil duduk.[7]
Dengan demikian, apabila seseorang
memang tidak mampu melakukan shalat sambil berdiri -mungkin karena sakit-, baik
shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia memilih shalat dengan duduk, maka ia
tidak termasuk orang yang disebut-sebut dalam hadis tersebut. Maka pahala orang
itu tetap penuh bukan separoh, sebab ia termasuk golongan orang yang memang
boleh melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.[8]
2.
Membatasi
pengertian hadits yang masih mutlaq.
Contoh dari asbab al-wurud yang berfungsi sebagai
pembatasan terhadap pengertian mutlaq sebagaimana hadits berikut:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من سن فى الاسلام سنة حسنة فعمل بها
بعده كتب له مثل اجر من عمل بها ولا ينقص من اجورهم شيء من سن فى الاسلام سنة سيئة
فعمل بها بعده كتب عليه مثل وزر من عمل بها ولا ينقص من ازوارهم شيء
Artinya:
Rasulullah bersabda: barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah
(tradisi atau prilaku yang baik) dalam Islam, lalu sunnah itu diamalkan oleh
orang-orang sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang
mereka lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Demikian pula
sebaliknya, barang siapa yang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau
perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut
mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikit pun dosa yang mereka peroleh.
Asbab al-wurud hadits tersebut adalah ketika
Rasulullah bersama-sama sahabat, tiba-tiba datanglah sekelompok orang yang
kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang miskin,
meliahat hal demikian Rasulullah merasa iba kepada mereka. Setelah shalat berjama’ah
Rasulullah berpidato yang menganjurkan untuk berinfak. Mendengar hal tersebut
seorang sahabat keluar dan membawa sekantong makanan untuk orang-orang miskin
tersebut. Melihat hal tersebut maka Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di
atas.
Melihat asbab al-wurud di atas, kata sunnah yang masih
bersifat mutlak (belum dijelaskan oleh pengertian tertentu) dapat disimpulkan
adalah sunnah yang baik, dalam hal ini adalah bersedekah.[9]
3.
Men-tafshil
(merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
. Contoh adalah Hadits yang
berbunyi:
إن لله تعالى ملائكة في الأرض ينطق
على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki
para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai
kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadits tersebut,
ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya Rasul !,
Bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang
lain sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika
Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian
memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu
baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti
masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang
membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia
itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”.
(pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW
yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap
jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut
mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat”
sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar,
wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui
mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan
seseorang. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud
dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan
seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah
ini baik dan jenzah itu jahat.[10]
4. Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh
dalam suatu hadits.
Contoh asbab al-wurud yang berfungsi untuk menentukan adanya suatu nasikh
– mansukh sebagaimana hadits berikut:
Hadits pertama:
افطر الحاجم و المحجوم
Artinya:
Batal puasa bagi orang yang membekam dan yang dibekam
Hadits kedua:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يفطر من قاء ولا من احتلم ولا من
احتجم
Artinya
Rasulullah bersabda: Tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang
bermimpi kemudian keluar sperma dan orang yang berbekam.
Kedua hadits tersebut tampak saling bertentangan, yang pertama
menyatakan bahwa orang yang membekam dan dibekam sama-sama batal puasanya.
Sedangkan hadits kedua menyatakan sebaliknya. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ibn
Hazm, hadits pertama sudah di-nasikh (dihapus) dengan hadits kedua.
Karena hadits pertama lebih awal datangnya dari hadits kedua.[11]
4.
Menjelaskan
‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hokum
Contoh hadis tentang khomr yang awalnya boleh untuk di minum,
kemudian datang
lagi hadis yang menjelaskan bahwa minum khomer tidak dianjurkan. Setelah itu
datang lagi
hadis yang menjelaskan bahwa minum khomer itu haram.
Asbabul wurud nya karena ada seorang imam yang mabuk saat berjamaah,
sehingga menyebabkan semua bacaannya salah dan sholatnya jadi tidak sah.
6. Menjelaskan maksud suatu hadist
yang masih musykil. (sulit dipahami atau janggal).
Contoh asbab al-wurud yang menjelaskan maksud hadits yang
masih musykil (sulit dipahami atau janggal) adalah sebagaimana hadits
berikut:
من تشبه قوما فهو منهم
Artinya:
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka termasuk golongan
mereka.
Asbab al-wurud dari hadits ini adalah ketika dalam
peperangan umat Islam dengan kaum kafir, Rasulullah kesulitan membedakan mereka
mana yang teman dan mana yang lawan. Kemudian Rasulullah menginstruksikan
kepada pasukan umat Islam agar memakai kode tertentu agar berbeda dengan
musuh. Dan yang masih menggunakan kode seperti musuh akan kena panah kaum
pasukan Islam.[12]
D. MACAM
MACAM ASBABUL WURUDIL HADIS
Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
Artinya
di sini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW. Mengeluarkan sabdanya.
Contohnya antara lain firman Allah Swt. Yang berbunyi :
الذين أمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون
“orang-orang yang beriman, dan mereka tidak mencampur adukkan iman
mereka dengan kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan
mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk”
(Q.S. Al-An’am: 82)
Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan
pengertian al jaur yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW.
Kemudian memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam
firman tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang
disebutkan dalam surat al-Luqman:
إن الشرك لظلم عظيم
“sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Q.S al-Luqman: 13)
2.
Sebab
yang berupa Hadis
Artinya
pada waktu itu terdapat suatu Hadis, namun sebagian sahabat merasa
kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul Hadis lain yang memberikan
penjelasan terhadap Hadis tersebut. Contoh adalah Hadis yang berbunyi:
إن لله تعالى ملائكة في الأرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من
خير أو شر
“sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat
berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa
kesulitan, maka mereka bertanya: Ya rasul !, bagaimana hal itu dapat terjadi?
Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadis yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan
rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian
terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian
tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali.
Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain.
Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”.
Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk
neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat
bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji,
sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada
kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia
benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah
SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan
menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. al-Hakim dan
al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi
yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau
orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.
3.
Sebab
yang berupa perkaitan yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat
Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota
makkah) beliau pernah datang kepada nabi SAW seraya berkata: “Saya Bernazar
Akan Shalat Dibaitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu
Nabi berssabda: “Shalat Di Sini, yakni masjidil haram itu lebih
utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam
kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid Al-Haram
Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”.
Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu
Masjid Al-Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100 000 Kali Shalat Di
Selain Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya[13]
E.
CARA MENGETAHUI ASBABUL WURUD
Diantara beberapa cara mengetahui asbab al-wurud dari hadits-hadits
adalah sebagai berikut:
1. Asbab al-wurud dapat
dilihat pada hadits tersebut, karena asbab al-wurud terdapat pada
hadits itu sendiri.
Contoh:
انه قيل لرسول الله صلى الله عليه وسلم اتوضأ من بئر بضاعة , وهي بئر
يطرح فيه الحيض , ولحم الكلب و النتن فقال : الماء طهور لا ينجسه شئ
Artinya:
Bahwa beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang perbuatan yang
dilakukan Rasulullah: Apakan tuan mengambil air wudhu dari sumur Budho’ah,
yakni sumur yang dituangi darah, daging anjing dan barang-barang busuk? Jawab
Rasululla: Air itu suci, tidak ada sesuatu yang menjadikannya najis.
2. Asbab al-wurud yang
dapat dilihat pada hadits lain, karena asbab al-wurud hadits tersebut
tidak tercantum pada haditsnya sendiri.
Contoh dalam hal ini adalah pada hadits tentang Niat dan hijrah
berikut ini:
… ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امرأة ينكحها فهجرته الى ما هاجر
اليه.
Artinya:
“… Barang siapa yang hijrahnya karena untuk mendapatkan keduniaan
atau perempuan yang bakal dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang
diniatkannya saja.”
Asbab al-wurud pada hadits tersebut tidak terdapat pada hadits itu
sendiri, namun terdapat pada hadits lain, yaitu pada hadits yang ditakhrijkan
oleh Al-Thabarany yang bersanad tsiqah dari Ibnu Mas’ud berikut ini:
كان بيننا رجل خطب امرأة يقال لها ( ام قيش ) , فأبت ان يتزوجها حتى
يهاجر , فهاجر فتزوجها . كنا نسميه ( مهاجر ام قيش )
Artinya:
Konon pada jama’ah kami terdapat seorang laki-laki yang melamar
seorang perempuan yang bernama Ummul Qais. Tetapi perempuan itu menolak untuk
dinikahinya, kalau laki-laki pelamar tersebut enggan berhijarh ke Madinah. Maka
ia lalu hijrah dan kemudian menikahinya. Kami namai laki-laki itu Muhajir Ummi
Qais”[14]
3. Asbab al-Wurud dapat
dilihat pada aqwal shahabat atau informasi shahabat.
Contoh pada hal ini dapat kita lihat pada hadits berikut:
الميت يعذب ببكاء اهله عليه
Artinya:
Si Mayyit akan diazab dengan sebab tangisan keluarga atasnya.
Asbab al-wurud pada hadits ini terdapat
pada penjelasan Aisyah bahwa ketika jenazah orang Yahudi melewati Rasulullah,
mereka menangisi mayyit tersebut sehingga Rasulullah bersabda demikian. Hal ini
karena disebabkan pada tradisi menangisi mayyit orang Yahudi ketika itu dengan
ratapan, mencakar atau menampari wajah sendiri atau pun menyobek-nyobek baju,
sehingga menggambarkan ketidakrelaan dengan takdir kematian tersebut. Sedangkan
tangisan dengan wajar sebagai bentuk belasungkawa diperbolehkan.
4. Asbab al-wurud melalui
ijtihad, hal ini dilakukan apabila ada ditemukan riwayat yang jelas mengenai
asbab al-wurud. Ijtihad ini dilakukan dengan cara melihat sejarah sehingga
mampu menghubungkan antara ide dalam teks hadits dengan konteks munculnya
hadits.
Contoh hadits:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لن يفلح قوم ولوا امرهم امرأة
Artinya:
Rasulullah bersabda: Tidak akan sukses suatu kaum yang menyerahkan
urusannya (untuk memimpin) mereka kepada perempuan.[15]
F.
CONTOH ASBABUL WURUDIL HADIS
1. Contoh:
tentang Syafa’at
أتاني أتٍ من عند ربيّ فخَيَّرَنيِ
بيْنَ أن يُدْخِلَ نصف ّأمتي الجنة و بين الشفاعة)
Artinya: telah datang kepadaku
Malaikat dari Tuhanku azza wazalla yang menyuruh aku memilih diantara separuh
umatku masuk surga atau syafa’at.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari
Abu Musa Al-‘As’ari menurut penilaian Al-Haitsami, orang orang yang
meriwayatkan hadits ini adalah tsiqat (dapat dipercaya)
asbabul
wurud
Dijelaskan dalam musnad imam ahmad
bersumber dari abu Musa Al-‘As’ari : kami telah bertempur melawan musuh bersama
Nabi SAW kemudian kami bersama beliau turun untuk istirahat. Pada suatu malam
aku terbangun, namun beliau tidak ada . aku mencari tetapi yang muncul adalah seorang
sahabat yang juga mencari beliau . untunglah tiba-tiba Nabi datang menuju kami
seraya bersabda; Engkau berada di daerah perang, maka jika engkau akan pergi
karena karena suatu keperluan, katakanlah kepada yang lainnya sehingga ia
menemanimu. Kemudian Rasulullah bercerita : aku telah mendengar suara seperti
gemuruhnya suara lebah dan datanglah seorang malaikat yang menyuruh aku dst.
Keterangan
Yang datang kepada nabi adalah
malaikat pembawa kabar gembira yang menerangkan bahwa nabi boleh memilih diantara
dua yang beliau sukai yakni separuh umatnya masuk surga atau hak syafaat.
Beliau memilih syafaat sehingga seluruh umat beliau akan masuk surga asalkan
tidak berbuat syirik
2.
Tentang
Konsentrasi
إذا كتبت فَضعْ قلمك على اذُنِكَ
فإنّه أَذْكر لك
Artinya jika engkau menulis letakkan
penamu diatas kupinglu sebab dengan demikian engkau lebih ingat.
Diriwayatkan oleh al khatib dalam
tarikhnya dari anas bin malik
Sababul wurudnya adalah kata anas,
muawiyah salah satu seorang penulis wahyu jika ia lengah atau lupa mencatat
wahyu yang diterimanya dari nabi ia meletakkan penanya kedalam mulutnya. Maka
bersabdalah rasulullah: jika engkau menulis, letakkan penamu di telingamu
Keterangan
Hadits ini mengisyaratkan perlunya
persiapan dan pemusatan pikiran di saat menulis dan mempelajari ilmu.
3. Tentang Menziarahi kubur
إني نهيتكم عن زيارة القبور فزورها
وَلْتزِدكم زيارتُها أجرا
“Sesungguhnya aku pernah melarang
kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah dan tambahilah pahala kamu
dengan menziarahinya”.
Diriwayatkan oleh Thahawi dalam
al-atsar dari buraidah r.a dan dari sa’id berbunyi: arabny (aku larang kamu
menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah karena sesunggunya dalam menziarahi
kubur itu terdapat pelajaran
asbabul wurud
Kata Burairah: kami bersaama rosul
dalam suatu perjalanan. Kami singgah, sedangkan jumlah kami semuanya hampir
1.000 orang. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat bersama kami. Kemudian beliau
menghadapkan mukanya kepada kami. Air maya beliau mengalir membasahi pipi. Umar
pun berdiri dan bersedia menggantikannya (segala apayang dihadapi nabi dengan
dirinya. Umar bertanya: apa yang engkau rasakan wahai rasul: beliau menerangkan
: sesungguhnya ku mohon izin kepada allah untuk mendo’akan keampunan kepada
ibuku (istighfar) , tetapi Tuhan tidak mengizinkanku. Maka mengalirlah air
mataku sebagai tanda kasih sayang kepadanya (yang melepaskannya) dari api
neraka. Sesungguhnya aku pernah melarang kamu….dst.[16]
G.
KITAB
KITAB YANG MEMBAHAS DAN MENGHIMPUN ASBABUL WURUDIL HADIS
Ilmu mengenai asbabul wurud al-hadis
ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat. Hanya saja ilmu ini belum
tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab. Demikian kesimpulan
as-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbabi wurud al-hadis. Namun kemudian, seiring
dengan perkembangan dunia keilmuan waktu itu, ilmu asbab al-wurud menjadi
berkembang. Para ulama ahli hadis rupa-rupanya merasakan perlunya disusun suatu
kitab secara tersendiri mengenai asbabul wurud.
Adapun kitab-kitab yang banyak
berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1. Asbabu
wurud al-Hadis karya Abu hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun sayang kitab
tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabu
wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak
sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabu
Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya
Ismail Ahmad.
4. Al-Bayan
wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110 H.)[17]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah kami jelaskan di depan, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan :
ilmu asbab al-wurud adalah ilmu yang menjelaskan
sebab-sebab keluarnya Hadits, baik berupa peristiwa atau keadaan yang terjadi,
waktu maupun karena ada pertanyaan. Sehingga dapat memahami kejelasan hadits
baik dari segi umum dan khusus, mutlaq atau muqayyad, atau
untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits
Sebagai
salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan
yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih
baik. Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada
arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru.
Fungsi
asbabul wurudil hadis ;
1.
Menentukan adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
2.
Membatasi pengertian hadits yang masih mutlaq.
3.
Men-tafshil (merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
4.
Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.
5.
Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum
6.
Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil. (sulit dipahami
atau janggal).
Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
2. Sebab yang berupa hadist\
3. Sebab yang berupa perkaitan dengan para pendengar di kalangan sahabat
Diantara
beberapa cara mengetahui asbab al-wurud dari hadits-hadits adalah sebagai
berikut:
1. Asbab al-wurud
dapat dilihat pada hadits tersebut, karena asbab al-wurud terdapat
pada hadits itu sendiri.
2. Asbab al-wurud yang dapat dilihat pada hadits lain, karena asbab al-wurud hadits
tersebut tidak tercantum pada haditsnya sendiri.
3. Asbab al-Wurud
dapat dilihat pada aqwal shahabat atau informasi shahabat.
4. Asbab
al-wurud melalui ijtihad,
Contoh dalalah :
Tentang Menziarahi kubur
إني نهيتكم عن زيارة القبور فزورها
وَلْتزِدكم زيارتُها أجرا
“Sesungguhnya aku pernah melarang
kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah dan tambahilah pahala kamu
dengan menziarahinya”.
Diriwayatkan oleh Thahawi dalam
al-atsar dari buraidah r.a dan dari sa’id berbunyi: arabny (aku larang kamu
menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah karena sesunggunya dalam menziarahi
kubur itu terdapat pelajaran
asbabul wurud
Kata Burairah:
kami bersaama rosul dalam suatu perjalanan. Kami singgah, sedangkan jumlah kami
semuanya hampir 1.000 orang. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat bersama kami.
Kemudian beliau menghadapkan mukanya kepada kami. Air maya beliau mengalir
membasahi pipi. Umar pun berdiri dan bersedia menggantikannya (segala apayang
dihadapi nabi dengan dirinya. Umar bertanya: apa yang engkau rasakan wahai
rasul: beliau menerangkan : sesungguhnya ku mohon izin kepada allah untuk
mendo’akan keampunan kepada ibuku (istighfar) , tetapi Tuhan tidak
mengizinkanku. Maka mengalirlah air mataku sebagai tanda kasih sayang kepadanya
(yang melepaskannya) dari api neraka. Sesungguhnya aku pernah melarang
kamu….dst.
Adapun kitab-kitab yang banyak
berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1. Asbabu
wurud al-Hadis karya Abu hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun sayang kitab
tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabu
wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak
sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabu
Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya
Ismail Ahmad.
4. Al-Bayan wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah
Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110 H.)
DAFTAR PUSTAKA
Fathur.
“ asbabul wurud “.. http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27
Hady. “ asbab al wurud
“.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
Kangmuz.”asbabul
wurud dalam memahami suatu hadist”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
Tp.” ilmu asbabul wurud
“. http://software-pesantren.blogspot.com
Zein,Muhammad
Ma’shum.2007.ulumul hadis dan musthala’ah hadis.jakarta:sinar abadi.
Khatib,Muhammad
ajaj.2007.ushul al hadis.jakarta:gaya gramedia pratama
[1] Fathur. “ asbabul wurud “.. http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27
[2] Zein,Muhammad ma’shum:2007:109
[4] Father.”asbabul wurud”.http://father10.wordpress.com/2010/04/27
[5] Kangmuz.”asbabul wurud dalam memahami suatu hadist”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
[6] Tp.” ilmu asbabul wurud “. http://software-pesantren.blogspot.com
[7] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[9] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[10] Kangmuz. “ asbabul wurud dalam memahami suatu hadis”. http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
[11] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[12] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
- [13] Father. “
asbabul wurud “.http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27/
[14] Zein,Muhammad ma’shum:2007:110
[15] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[17] Khatib,Muhammad:2007:201
DAFTAR PUSTAKA
Fathur.
“ asbabul wurud “.. http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27
Hady. “ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
Kangmuz.”asbabul
wurud dalam memahami suatu hadist”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
Tp.” ilmu asbabul wurud
“. http://software-pesantren.blogspot.com
Zein,Muhammad
Ma’shum.2007.ulumul hadis dan musthala’ah hadis.jakarta:sinar abadi.
Khatib,Muhammad
ajaj.2007.ushul al hadis.jakarta:gaya gramedia pratama